JOGJABROADCAST-Yogyakarta-PBTY atau yang Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta merupakan , sebuah gelaran budaya dalam rangka memperingati tahun baru Imlek .
Untuk DIY gelaran yang berpusat di kampung Ketandan Yogyakarta ini , sangat memancing atensi dari berbagai pihak , karena banyaknya hal hal yang muncul yng menarik dari khazanah budaya etnis Tionghoa , baik dari bentuk kesenian serta kulinernya .
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam sambutannya pada pembukaan PBTY tahun 2025 pada Kamis (6-02-2025) mengemukan bahwa Seni dan Budaya Membentuk Karakter Bangsa.
Dalam kegiatan ini kita diajak untuk merenungi hakikat budaya, sebagai roh yang menghidupi peradaban. Karena sebagaimana Bung Karno pernah berujar, bahwa kreasi kultural bukan hanya sekedar hiburan, tetapi juga menjadi upaya pengayaan wawasan sebagai bagian dari perjuangan. Semuanya adalah bagian esensial dalam proses nation-building.ujar Gubernur.
Lebih lanjut gubernur juga mengingatkan akan dalam kegiatan PBTY ke 20 ini juga harus dilandasi dengan rasa syukur yang semakin bermakna, karena kita bisa merasakan suasana kehidupan yang menandai betapa kayanya keragaman suku-suku bangsa yang hidup di taman sarinya Indonesia.
Dalam ikut mensyukuri Tahun Baru Imlek 2570 pada 29 Januari 2025 yang lalu, baik dalam kapasitas Gubernur maupun selaku pribadi, saya ikut mengucapkan: “Selamat, semoga banyak rezeki” –Gong Xie Fat Chai. Konon, dalam kosmologi China, unsur kayu dalam tahun ular ini, membawa aura kehormatan, kekayaan, dan kemakmuran. Tahun Ular Kayu, juga menandai periode yang diyakini membawa energi transformasi, pertumbuhan, dan kreativitas. Transformasi, pertumbuhan, dan kreatifitas itulah, yang sudah seharusnya menjadi modal sosial, dalam upaya pembangunan dan kebangsaan. Lanjut nya .
Dijelaskan pula bahwa dalam kaitan itu, seiring tema “Seni dan Budaya Membentuk Karakter Bangsa”, maka Pekan Budaya ini dapat menjadi momentum, untuk merenung kembali, bagaimana membangun semangat keIndonesiaan. Jika budaya adalah ciri suatu bangsa, dan ciri-cirinya diperoleh lewat proses belajar dan interaksi, maka proses itu adalah proses integrasi, dalam hidup yang penuh toleransi.
Bagaimanapun, setiap suku adalah bagian tak terpisahkan dari bangsa Indonesia, di mana karakter khas ini tidak perlu dihilangkan identitasnya. Suku Batak, Minang, Jawa atau Bugis, tetap bisa melestarikan kebudayaannya. Demikian juga keturunan Tionghoa, yang berpotensi turut “menyehatkan” dan “menguatkan” tubuh bangsa Indonesia. dalam perspektif ekonomi, Pekan Budaya ini, tentu dampak ekonominya juga tidak hanya berputar di seputar Kampung Ketandan saja. Tetapi juga juga bisa menjadi sarana mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi dan kesalahpahaman sosial-budaya, baik di Daerah Istimewa Yogyakarta, maupun Indonesia.ungkapnya lagi.
Saya berharap, komunitas Tionghoa tetap dapat bersinergi dan berkolaborasi untuk turut serta menguatkan Jogja Istimewa dan Indonesia agar semakin maju mari berupaya menjadikan Pekan Budaya ini sebagai wujud integrasi sosial, ekonomi, dan budaya, menuju Indonesia Baru yang lebih menyatu.pungkas Gubernur. (*)