Pendidikan 3 menit membaca

Yayasan Griya Jati Rasa Gaungkan Semangat Sumpah Pemuda untuk Wujudkan Desa Wisata Berbudaya Net Zero Emisi

Yayasan Griya Jati Rasa Gaungkan Semangat Sumpah Pemuda untuk Wujudkan Desa Wisata Berbudaya Net Zero Emisi
Yayasan Griya Jati Rasa Gaungkan Semangat Sumpah Pemuda /ist

JOGJABROADCAST-GUNUNGKIDUL – Memperingati 97 tahun Sumpah Pemuda, Yayasan Griya Jati Rasa menggelar perayaan bertema “Mempersiapkan Desa Wisata Berbudaya Net Zero Emisi” di Kalurahan Giricahyo, Kapanewon Purwosari, Kabupaten Gunungkidul, pada Selasa (28/10/2025).

 

Kegiatan yang diadakan di Joglo Mbah Gendruk, Padukuhan Jambu, ini merupakan hasil kolaborasi antara Yayasan Griya Jati Rasa dan Pemerintah Kalurahan Giricahyo. Acara dihadiri oleh 97 peserta, meliputi perwakilan Pemerintah Kalurahan, Kapanewon Purwosari, Muspika, warga masyarakat, mitra yayasan, serta wakil pemuda dari berbagai provinsi yang tengah menempuh studi di DIY.

 

Direktur Yayasan Griya Jati Rasa, Farsijana Adeney-Risakotta, Ph.D, menjelaskan bahwa kegiatan ini menjadi bagian dari gerakan berkelanjutan yayasan untuk mengedukasi masyarakat dalam mitigasi perubahan iklim dan transformasi ekonomi hijau berbasis komunitas.

 

“Kami ingin mengajak masyarakat menjaga bumi dengan membudayakan gaya hidup net zero emisi. Peringatan Sumpah Pemuda ini sekaligus momentum untuk memperkuat komitmen bersama menuju Kalurahan Net Zero Emisi 2030,” ujar Farsijana.

 

Menuju Kalurahan Net Zero Emisi

 

Farsijana menuturkan, Yayasan Griya Jati Rasa telah lebih dari satu dekade bekerja sama dengan pemerintah kalurahan dalam berbagai inisiatif lingkungan. Pada Juni 2025 lalu, yayasan ini bahkan memimpin delegasi masyarakat untuk menyampaikan usulan aksi mitigasi perubahan iklim kepada Bapperinda DIY.

 

Salah satu usulan utama adalah menjadikan Giricahyo sebagai Kalurahan Net Zero Emisi pada 2030, dengan memanfaatkan potensi alam di kawasan geopark UNESCO Gunung Sewu. Wilayah ini dikenal memiliki bentang alam hijau dengan daya tarik wisata seperti Watu Gupit Landasan Paralayang dan Obelix Sea View, yang dapat dikembangkan menjadi ekowisata berwawasan karbon rendah.

 

Libatkan Masyarakat dalam Pasar Karbon Sukarela

 

Dalam paparannya, Farsijana menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam menghitung dan mengurangi jejak karbon. Melalui pelatihan, kelompok seperti pokdarwis, kelompok tani, kelompok tani hutan, dan PKK diharapkan mampu mengidentifikasi jumlah emisi yang dihasilkan serta karbon yang terserap oleh pohon-pohon yang mereka tanam.

 

“Dengan kemampuan ini, warga bisa ikut serta dalam pasar karbon sukarela. Regulasi negara telah membuka peluang agar masyarakat bisa mendapatkan sertifikat karbon dan menukarkannya kepada pihak yang membutuhkan kompensasi emisi,” jelasnya.

 

Selain itu, Farsijana memperkenalkan “kalkulator hijau” yang dapat diunduh melalui Google Play, dikembangkan oleh Bank Indonesia. Aplikasi ini membantu masyarakat menghitung potensi ekonomi dari aksi penanaman pohon. Pengelolaan pasar karbon nantinya dapat diorganisir melalui Koperasi Konsumen Griya Jati Rasa.

 

Dukungan Akademisi dan Praktisi

 

Acara juga diisi dengan diskusi interaktif yang menghadirkan tiga penanggap.

 

Dr. Ahmad Sihabul Millah, MA, Rektor Institut Ilmu Al-Qur’an An-Nur, menyoroti peran nilai keagamaan dalam mendorong keterlibatan masyarakat desa dalam pasar karbon.

 

Drs. Kisworo, M.Sc, dosen Fakultas Bioteknologi UKDW, mengulas pentingnya pemetaan potensi ekowisata sebagai fondasi ekonomi hijau.

 

Ir. Edi Supriyanto dari PT Panduwijaya mempertanyakan sejauh mana kesiapan masyarakat pedesaan dalam mengelola pasar karbon secara mandiri.

 

Sumpah Pemuda dan Sumpah Hijau

 

Rangkaian acara ditutup dengan pembacaan deklarasi bersama yang menyuarakan semangat “Songsong 1 Abad Sumpah Pemuda: Jaga NKRI, Jaga Bumi, Budayakan Net Zero Emisi.”

Seluruh peserta kemudian mengibarkan bendera bertuliskan pesan lingkungan tersebut sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya, meneguhkan tekad bahwa menjaga bumi Indonesia adalah tanggung jawab bersama.(*)