JOGJABROADCAST-SLEMAN-Beberapa seniman melakukan pertunjukan kecil dengan gerakan teatrikal serta iringan musik di kompleks Direskimsus Polda DIY , para seniman tersebut mengantarkan seorang Bambang Wirawan yang tengah berkasus terkait hak cipta fotografi.
Seperti diketahui Bambang bersama LBH Yogyakarta bersama jaringan lintas disiplin seni dan komunitas solidaritas budaya mengambil langkah nyata untuk mendorong penegakan hukum atas dugaan pencurian karya fotografi "Morning at Prambanan" karya Bambang Wirawan / Bro Matra, yang saat ini tengah berproses melalui jalur pidana dan perdata.
Dugaan pelanggaran hak cipta ini telah dilaporkan melalui Laporan Pidana Nomor: LP/B/846/XII/2024/SPKT/Polda DIY, dan juga sedang diperiksa dalam Perkara Nomor 02/Pdt.Sus-HKI/2025 di Pengadilan Niaga Semarang, antara Bambang Wirawan sebagai Penggugat melawan Hotel Tentrem dan Venny Wong sebagai para Tergugat.
Selama proses sidang perdata berlangsung, tim hukum menemukan fakta-fakta baru yang memperkuat dugaan keterlibatan aktif, koordinasi terencana, serta kesengajaan para tergugat dalam mengunduh, mengunggah, dan menggunakan karya cipta tersebut tanpa izin, selama lebih dari tujuh tahun. Fakta ini dinilai penting untuk memperjelas dan memperkuat proses penegakan pidana di tingkat penyidikan.
Sebagai bentuk dorongan moral dan langkah hukum, LBH Yogyakarta bersama komunitas seni akan menyerahkan bukti tambahan kepada penyidik Polda DIY pada Jumat (16/5-2025)
Sejalan dengan itu, tim hukum juga akan menyerahkan bukti tambahan yang menguatkan dugaan tindak pidana pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya terkait pengunggahan tanpa hak konten berhak cipta ke dalam sistem elektronik, ujar Bambang ,
Lebih lanjut Bambang menjelaskan bahwa penyerahan bukti tambahan ini adalah langkah konkret untuk memastikan bahwa ranah digital tidak menjadi celah bagi pelanggaran hak cipta, dan bahwa UU ITE harus ditegakkan untuk melindungi seniman dari perampasan karya di ruang maya.
Bambang juga menjelaskan bahwa kasus ini justru menjadi Inisiatif dan merupakan bagian dari gerakan PERLINDUNGAN SENI, sebuah simpul perlawanan budaya yang mengintegrasikan kekuatan advokasi hukum dan kekuatan estetik untuk melawan praktik perampasan hak intelektual, komersialisasi tanpa izin, dan pelecehan terhadap identitas seniman.
Karya seni ‘termasuk fotografi, adalah ekspresi jiwa dan intelektualitas yang menjelma dalam medium visual. Perlindungannya oleh hukum tidak boleh berhenti pada pengakuan normatif dalam undang-undang, melainkan harus berwujud konkret dalam setiap kebijakan, sikap aparat penegak hukum, dan putusan pengadilan.
"Tahun 2025 harus menjadi tahun kesadaran hak cipta. Karena perlindungan terhadap karya seni bukan sekadar soal hukum, tetapi soal peradaban, bagaimana bangsa ini menghargai eksistensi pencipta dan gagasannya."
Ketika karya seni dilanggar dan penciptanya diabaikan, yang tercoreng bukan hanya sistem hukum, melainkan nilai dasar kebudayaan kita. Hak cipta bukan sekadar urusan administratif, tapi bentuk penghormatan atas kerja intelektual, spiritual, dan eksistensial seorang seniman. Dalam masyarakat yang beradab, karya harus dilindungi, bukan diperas; karyanya dijaga, bukan dijarah. tegasnya lagi.
Saya berdiri bersama gerakan PERLINDUNGAN SENI, karena saya percaya: Melindungi seniman adalah langkah awal merawat peradaban. Menghargai karya seni adalah mengakui hakikat penciptaan, tanpa itu, kita kehilangan bukan hanya seni, tetapi juga jati diri kemanusiaan kita. Tutup Bambang. (dwi)